Ikan Banggai cardinalfish (Pterapogon kauderni, Koumans 1933), yag sering disingkat sebagai BCF, berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang dan bersifat endemik pada perairan dangkal disekitar Kepulauan Banggai, Indonesia. Terdaftar sebagai "Endangered" pada IUCN Red-List, dinilai terancam oleh perdagangan internasional sebagai ikan hias dan degradasi habitat. Setelah usulan (yang tidak berhasil) pada Lampiran II CITES tahun 2007, dikembangkan suatu Rencana Aksi BCF berskala nasional. KKPD di Kabupaten Banggai Kepulauan dicanangkan melalui SK Bupati, dan terdiri atas jejaring 10 pulau. Konservasi P. kauderni merupakan sasaran utama khusus dua diantarannya. Tanpa fase pelagis dan dengan site fidelity tinggi, populasi Banggai cardinalfish menunjunkan tingkat struktur genetika sangat tinggi khusus ikan laut. Sejumlah sub-populasi yang berbeda nyata dari aspek gentika telah teridentifikasi, hal yang mengindikasikan bahwa seharusnya unit (satuan) pengelolaan didasarkan pada sub-populasi (stok) yang ditentukan berdasarkan karakter genetika. Dengan menggunakan data genetika dan biogeograpfi yang tersedia, ditinjau jejaring KKPD dari aspek konservasi genetika P. kauderni, dan dilakukan identifikasi knowledge gaps (kekurangan pengetahuan) yang penting/krusial. Diusulakn suatu program riset guna identifikasi unit (satuan manajemen) tersebut serta karakterisasi setiap unit dari aspek biologi (termasuk genetika), ekologi (misanya habitat/mikro-habitat) dan sosio-ekonomi (termasuk fishing ground). Data tersebut hendak dikelola dalam suatu database SIG, kemudian menggunakan spatial analysis tools seperti MARXAN untuk management support. Secara khusus, untuk menghasilkan usulan-usulan zonasi berbasis sains dengan sasaran pengelolaan yang didasarkan atas struktur genetika populasi, serta untuk mengevaluasi efektivitas usulan-usulan dari para stakeholders dari segi konservasi.
Baracuda Barcelona
Rabu, 07 Maret 2012
LAPORAN PRAKTEK MAGANG
PROSES PEMBEKUAN
IKAN PAYANGKA (Ophieleotris aporos Bleeker )
DI PT. BETEL CITRA SEYAN (BCS)
KOTA GORONTALO PROVINSI GORONTALO
LAPORAN PRAKTEK MAGANG
Oleh
OSMAR BUATAN
08 001 028
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN DAN KELAUTAN PALU
2011
PROSES PEMBEKUAN
IKAN PAYANGKA (Ophieleotris aporos Bleeker )
DI PT. BETEL CITRA SEYAN (BCS)
KOTA GORONTALO PROVINSI GORONTALO
Disusun sebagai salah satu syarat
Untuk menyelesaikan Mata Kuliah Praktek Magang
Pada
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan
Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Palu
Oleh
OSMAR BUATAN
08 001 028
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN DAN KELAUTAN PALU
2011
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Proses Pembekuan Ikan Payangka (Ophileotris aporos Bleeker) di PT. Betel Citra Seyan (BCS) Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo
Nama : Osmar Buatan
NIM : 08 001 028
Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan (THP)
Lulus Ujian :
Menyetujui :
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Madinawati S.Pi, M.Si Andi Muliana, S.Pi
Disahkan oleh
Mengetahui :
Ketua Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Ir. Samliok Ndobe, M.Si | Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perikanan (THP) Firmansah, S.Si, S.Pd |
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulisan Laporan Praktek Magang ini dengan judul ‘’Proses Pembekuan Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker ) di PT. Betel Citra Seyan (BCS) Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo’’ dapat terselesaikan pada waktu yang tepat sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan laporan ini, yaitu :
1. Ir. Samliok Ndobe, M.Si selaku Ketua Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Palu.
2. Firmansah S.Si, S.Pd selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perikanan.
3. Evert Elias Uruilal, MBA, selaku Komisaris PT. Betel Citra Seyan Gorontalo
4. Achmad Hulopi, SE, selaku Pembimbing Industri PT. Betel Citra Seyan Gorontalo.
5. Madinawati, S.Pi, M.Si dan Andi Muliana, S.Pi selaku pembimbing utama dan pembimbing anggota, atas waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan laporan ini.
6. Seluruh dosen, staf dan karyawan Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Palu yang telah banyak membantu penulis selama ini.
7. Kedua orang tua tercinta, kakak dan adik tersayang, yang telah banyak memberikan dorongan dan motivasi baik secara moril maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan praktek magang.
8. Teman-temanku angkatan 2008 Program Studi Teknologi Hasil Perikanan (THP) yang telah banyak membantu selama praktek magang berlangsung.
.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan pada penyusunan berikutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Amin.
Palu, September 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………… ii
RINGKASAN…………………………………………………………………. iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI....................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….. ix
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………........ x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan dan Kegunaan Praktek Magang.................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Ikan Payangka ( Ophieleotris aporos Bleeker).......... 4
2.2 Biologi Ikan Payangka ( Ophieleotris aporos Bleeker)............. 6
2.3 Penyebab Pembusukan Pada Ikan.............. …………………. 7
2.4 Proses Pembekuan Ikan……………………………. …………… 8
BAB III METODOLOGI PRAKTEK
3.1 Waktu dan Tempat Praktek Magang……………………………. 10
3.2 Metode Pelaksanaan Praktek...................................................... 10
3.3 Jenis dan Sifat Data............................................................... 11
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Tempat Praktek Magang............. ............. 12
4.1. 1 Profil perusahaan....................................................... 12
4.1. 2 Sejarah pendirian perusahaan................................... 13
4.1. 3 Organisasi dan Manajemen Perusahaan.................. 13
4.1. 4 Sarana dan Prasarana Pendukung.......................... 15
4.2. Proses Pembekuan Ikan Payangka ( Ophieleotris
aporos Bleeker )............................................................ ........... 15
4.2.1. Penerimaan Bahan Baku (Receiving).................... 16
4.2.2. Pencucian dan Penyortiran (Washing and
Sortizing)................................................................. 17
4.2.3. Penimbangan ( Weighing)...................................... 18
4.2.4. Penambahan air dan perapihan dalam wadah.... .. 18
4.2.5. Pelabelan................................................................ 19
4.2.6. Penyusunan dalam ruang pembekuan................. 19
4.2.7. Pelepasan dari wadah............................................ 19
4.2.8. Pengepakan (Packing)......................................... 20
4.2.9. Penyimpanan beku................................................ 20
4.3. Penanganan Limbah di PT. Betel Citra Seyan (BCS)...... 23
4.4. Pengawasan Mutu pada produk akhir............................... 23
4.5. Sistem Pemasaran Produk ikan payangka ( Ophieleotris
aporos Bleeker ) beku..................................................... 24
BAB V PENUTUP
5. 1 Kesimpulan ................................................................................... 25
5 .2 Saran -saran.................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Fasilitas sarana pendukung...................................................................... 15
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Ikan Payangka…………………………………………………………….. 5
2. Struktur Organisasi PT. Betel Citra Seyan (BCS)................................... 14
3. Penerimaan bahan baku IkanPayangka…………………. ………….. 17
4. Penyimpanan beku dalam Cold Storage…………………………. ….. 21
5. Alur proses pembekuan ikan payangka……………………………….. 22
6. Pengiriman menggunakan kapal laut (shiping)………………………. 24
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Alur proses pembekuan Ikan Payangka (Ophieleotris aporos
Bleeker )…………………………………………………………… … 29
2. Denah Lokasi Pelaksanaan Praktek Magang……………………. …. 30
3. Denah Layout pabrik ( Unit Pengolahan Ikan)……………………….. 31
4. Standar Operasional Procedure (SOP) PT. BCS…………………… 32 5. Sertifikat Praktek Magang………………………………………………. 35BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang teletak diantara dua samudera yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi perikanan yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakatnya. Perairan Indonesia terdapat berbagai jenis komoditas perikanan baik yang hidup di perairan darat (sungai, danau, waduk, rawa), payau (tambak), dan perairan laut (Kalla, 2008). Sedangkan Murniyati dan Sunarman (2000), menyatakan bahwa ikan merupakan salah satu bahan makanan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Bahan makanan ini merupakan sumber protein yang relatif murah, tetapi beberapa jenis diantaranya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi untuk di ekspor.
Provinsi Gorontalo merupakan salah satu provinsi di Indonesia tepatnya di pulau Sulawesi. Posisinya sangat strategis yaitu berada diantara dua perairan laut yaitu Laut Sulawesi dan Teluk Tomini. Di daerah ini juga terdapat Danau Limboto yang banyak memiliki potensi perikanan. Provinsi ini sangat cocok dijadikan pusat perkembangan usaha perikanan yang berpotensi. Hal ini dilihat dari banyaknya perusahaan yang memproduksi hasil perikanan, baik yang berupa produk segar maupun produk hasil olahan yang pemasarannya telah menembus pasaran internasional. Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker) sudah merupakan trade mark di kawasan ini. Berita Ikan Payangka sudah tersebar dan sangat populer bagi orang-orang yang pernah datang ke Provinsi Gorontalo. Sejak dahulu sampai sekarang, keberadaan Ikan Payangka dan hasil tangkapan nelayan di muara sungai dari waktu ke waktu sangat berlimpah dan penangkapannya hanya dilakukan pada saat bulan gelap (http://www.biotrop.org/news.php?id=110 Posted: Sat, 20 Dec 2008 05:42 ).
Produk perikanan termasuk hasil produk yang mudah busuk. Oleh karena itu, perlu dikembangkan berbagai cara pengawetan dan pengolahan ikan yang cepat dan cermat. Pembekuan adalah salah satu cara pengawetan sekaligus pengolahan. Pembekuan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan dalam suhu rendah (cold storage). Pembekuan ikan harus dilakukan penyusunan yang benar, sebab jika tidak dilakukan dengan semestinya, pembekuan dapat merusak ikan ( Murniyati dan Sunarman, 2000).
PT. Betel Citra Seyan (BCS) adalah salah satu perusahaan perikanan yang berada di Provinsi Gorontalo. Perusahaan ini memanfaatkan Ikan jenis : Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker ) Yellowfin Tuna ( Thunnus sp), Cakalang (Katsuwonus pelamis ), Ikan layang ( Decapterus sp), dan jenis non ikan seperti Gurita (Octopus), yang diolah dalam bentuk beku (frozen) maupun segar (fresh) untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri (ekspor) maupun pasar setempat (lokal).
Berdasarkan pernyataan tersebut diatas, maka penyusun melaksanakan praktek magang pada PT. Betel Citra Seyan (BCS) tentang ‘’Proses Pembekuan Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker )’’
1.2. Tujuan dan Kegunaan Praktek Magang
Praktek magang bertujuan untuk memberikan kesempatan penulis dalam menambah pengetahuan dan keterampilan melalui praktek pengalaman kerja pada perusahaan pengolah hasil perikanan. Bekal pengalaman kerja yang diperoleh penulis saat praktek magang diharapkan agar kelak mampu memberikan kontribusi yang signifikan kepada perkembangan pengolahan hasil-hasil perikanan di tanah air.
Kegunaan pelaksanaan praktek magang adalah : Mampu mengaplikasikan teori yang diperoleh di bangku kuliah dalam bentuk kerja nyata dilapangan, penulis memperoleh bekal pengalaman kerja yang cukup memadai, menumbuhkan rasa percaya diri penulis akan kemampuannya untuk bersaing dalam memperoleh lapangan pekerjaan dan profesi, membangun kesadaran dan kemampuan penulis dalam mengembangkan diri sesuai program keahlian yang dimiliki, serta menumbuhkan minat, dan motivasi untuk dapat melakukan kewirausahaan dalam bidang teknologi hasil perikanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Ikan Payangka ( Ophieleotris aporos Bleeker ).
Hampir setiap akhir bulan dalam kalender Tahun Qomariah di Gorontalo khususnya di muara Sungai Bone dan beberapa muara sungai lainnya, muncul sejenis ikan kecil yang ukurannya lebih kecil dari Teri (Stelophorus sp) yaitu berkisar 10 - 30 mm. Ikan ini disebut Nike oleh masyarakat Gorontalo yang dalam bahasa Gorontalo disebut Duwo. Bagi masyarakat Gorontalo nama Ikan Nike sudah tidak asing dan bahkan Ikan Nike sudah merupakan trade mark di kawasan ini. Berita Ikan Nike sudah tersebar dan sangat populer bagi orang-orang yang pernah datang ke Provinsi Gorontalo. Sejak dahulu sampai sekarang, keberadaan Ikan Nike dan hasil tangkapan nelayan di muara Sungai Bone dari waktu ke waktu sangat berlimpah dan penangkapannya hanya dilakukan pada saat bulan gelap ( http://www.biotrop.org/news.php?id=110 Posted: Sat, 20 Dec 2008 05:42 ).
Soeroto(1988)menyatakan bahwa semula Nike dianggap sebagai ikan kecil yang tidak akan mencapai ukuran besar, seperti misalnya ikan seribu
( Lebistes sp). Soerjani, Wargasasmita, Abdurrahman Djalil, dan Soesilo (1979) yang meneliti ekologi Danau Tondano, masih belum mengetahui nama Nike tersebut. Baru pada tahun 1979 nike berhasil diidentifikasi yang ternyata adalah anak Ikan Payangka (Ophieleotris Aporos Bleeker ).
Ikan Payangka berpijah sepanjang tahun dengan puncaknya pada bulan Juni, September, Oktober, dan Desember. Fekunditasnya antara 30.000 – 60.000 butir, dan diameter telur yang matang antara 0.24–0.32 mm. Ikan ini mampu berpijah paling sedikit dua kali dalam setahun. Telur ikan Payangka (Ophieleotris Aporos Bleeker ) berbentuk buah jambu (pear shaped), demersal dilekatkan pada obyek dalam air dengan perantaraan benang - benang kutub. Masa inkubasi antara 11 jam sampai 20 jam pada temperatur 260C sampai 290C ( Satria dan Kartamihardia, 1996).
Sutrisno Sukimin (2008), menyatakan nike / ikan Payangka (Ophieleotris Aporos Bleeker) di muara sungai merupakan jenis ikan yang bersifat temporary. Anak-anak Ikan Payangka akan berada di muara sungai hanya dalam periode pre-larva sampai juvenile dan selanjutnya setelah stadia juvenile ikan-ikan ini akan melakukan ruaya ke daerah pembesaran (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground). Berdasarkan ukuran hasil tangkapan Ikan Payangka yang berada pada stadia juvenile diduga bahwa habitat yang diperlukan untuk proses penetasan/pembuahan telur sampai mencapai stadia juvenile memerlukan habitat estuari (ecotone ecosystem) dimana kandungan salinitasnya cenderung lebih rendah dibandingkan di laut.
Gambar 1. Ikan Payangka
Sumber : PT. Betel Citra Seyan (BCS), 2011
2.2. Biologi Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker ).
Soeroto (1988) menyatakan bahwa pustaka tentang biologi ikan payangka sangatlah langka. Yang paling banyak hanya menyebutkan terdapatnya spesies ini pada suatu tempat ( occurrence) ataupun mengenai distribusinya, seperti yang diberikan oleh Herre (1927, 1954), Fowler (1927, 1928), Weber dan de Beaufort (1953), Sterba (1962) dan Munro (1955, 1967). Penulis – penulis ini memberikan deskripsi taksonomi dan kunci identifikasi famili Eleotridae, yang mencakup Ophieleotris Aporos dan kerabatnya yang dulu dianggap masih satu genus, Ophiocara porocephala. Selain itu mereka memberikan keterangan tentang habitat payangka yang dikatakan dapat hidup di danau, sungai, rawa, air payau, muara sungai dan di laut. Studi lebih lanjut tentang taksonomi dan anatomi hanya dilakukan oleh sedikit penulis, yaitu Akihito (1971) dan Akihito dan Meguro (1974) (http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/1083/Cover%201988bso.pdf?sequence=14).
Selanjutnya dijelaskan Soeroto (1988) bahwa pemberian nama Payangka menurut Weber dan de Beaufort adalah sebagai berikut:
Ordo : Gobioidea
Famili: Eleotridae
Genus: Ophiocara
Spesies: Ophiocara aporos bleeker (1875)
Eleotris aporos bleeker (1854)
Ophieleotris aporos bleeker (1854)
Eleotris aporos Gunther (1861)
Eleotris aporos bleeker (1865)
Eleotris macrolepidotus Gunther (1877)
Berdasarkan penelitian kembali yang mendalam, maka Akihito dan Meguro (1974) dalam Soeroto (1988) berpendapat bahwa pemberian nama oleh Aurich sudah tepat, yaitu bahwa Ophiocara aporos Bleeker harus diganti dengan Ophieleotris aporos Bleeker. Dengan demikian pada famili Eleotridae harus ditambah satu genus lagi yaitu Ophieleotris yang hanya mempunyai satu anggota spesies aporos. Nama yang baru ini sudah mulai digunakan sekarang (Soeroto, 1988).
2.3. Penyebab Pembusukan Pada Ikan
Santoso (1998), menyatakan bahwa proses pembusukan pada ikan tidak mungkin dihindari, tetapi hanya bisa dihambat. Salah satu caranya adalah dengan menekan pertumbuhan mikroba-mikroba pembusuk yang dapat ditekan dengan membuat kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhannya. Pembusukan pada ikan terjadi karena beberapa hal yaitu:
1. Tubuh ikan mengandung kadar air tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati netral, sehingga memudahkan tumbuhnya bakteri pembusuk.
2. Daging ikan mengundang asam lemak tak jenuh berkadar tinggi, yang sifatnya mudah mengalami proses oksidasi sehingga seringkali menimbulkan bau tengik
3. Jaringan ikat pada daging ikan sangat sedikit sehingga cepat menjadi lunak dan mikroorganisme cepat berkembang.
Sedangkan menurut Adawyah (2007), faktor yang mempengaruhi kebusukan pada ikan adalah sebagai berikut:
1 Cara penangkapan, ikan yang ditangkap dengan payang, trawl, pole and line, dan sebagainya akan lebih baik keadaanya apabila dibandingkan dengan yang ditangkap melalui gillnet, longline dan sebagainya.
2 Reaksi ikan menghadapi kematiannya.
3 Jenis dan ukuran ikan, kecepatan pembusukan ikan berbeda pada tiap jenis ikan karena perbedaan komposisi kimianya. Ikan- ikan yang kecil membusuk lebih cepat daripada ikan yang lebih besar.
4 Kondisi fisik sebelum tertangkap.
5 Cuaca, keadaan udara yang panas, berawan, atau hujan, laut yang sering bergelombang, mempercepat pembusukan.
6 Cara penanganan dan penyimpanan.
2.4. Proses Pembekuan Ikan
Ikan sebagian besar terdiri dari air yaitu sekitar 80%. Selama proses pembekuan bagian terbesar (air ) itu berubah dari fase cair menjadi fase padat atau es. Proses pembekuan berarti pengenyahan panas dari ikan agar suhu ikan menurun melalui 00C dan terus menurun melalui - 200C, - 300C dan boleh sampai - 400 C atau - 500C. Pembekuan ikan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kesegaran ikan, hal ini disebabkan karena dengan pembekuan dapat menghentikan aktivitas mikroorganisme pembusuk (Moeljanto, 1992).
Selanjutnya Moeljanto (1992) menyatakan bahwa pengawetan ikan dengan pembekuan ( dengan suhu - 50oC) akan mampu menghentikan kegiatan mikroorganisme, meskipun belum diketahui secara pasti suhu pada saat bakteri betul-betul mati semuanya. Secara teori dapat dinyatakan bahwa pada suhu dibawah -10oC proses pembusukan oleh bakteri terhenti. Namun demikian, proses biokimia, kimia, dan proses fisik lainnya masih berlangsung, sehingga kemungkinan terjadinya penurunan mutu ikan tetap dapat terjadi.
Sedangkan menurut Adawyah (2007), bahwa tubuh ikan mengandung air sekitar 60 - 80% terdiri atas cairan yang terdapat didalam sel, jaringan dan ruang-ruang antar sel. Cairan itu berupa larutan koloid encer yang mengandung berbagai macam garam (terutama kalium fosfat dasar) dan protein. Sebagian besar dari cairan itu (±67%) berupa free water dan selebihnya (±5%) berupa bound water. Bound water merupakan air yang terikat kuat secara kimia dengan substansi lain dari tubuh ikan. Ikan mulai membeku pada suhu antara -0,6 0C sampai -2 0C atau rata-rata pada -10 C. Yang mula-mula membeku adalah free water, disusul oleh bound water. Pembekuan dimulai dari bagian luar dan bagian tengah membeku paling akhir. Tapi sangat sulit sekali membekukan keseluruhan cairan yang terdapat pada ikan, karena air terikat ( bound water) sangat sulit dibekukan dan memiliki titik beku yang sangat rendah, serta sulit tercapai dalam kondisi komersial. Pada umumnya jika pembekuan sudah mencapai -120 C hingga
- 300C dianggap telah cukup.
Ditambahkan pula oleh Murniyati dan Sunarman (2000), yang menyatakan bahwa ikan beku berbeda dengan ikan segar, ikan beku mudah pecah, dan oleh sebab itu ikan beku harus ditangani dengan hati-hati.
BAB III
METODOLOGI PRAKTEK
3.1. Waktu dan Tempat Praktek Magang
Waktu pelaksanaan Praktek Magang terhitung sejak tanggal 14 Juli sampai dengan 14 Agustus 2011, dan bertempat di PT. Betel Citra Seyan (BCS) Jl. Mayor Dullah No. 05 Lorong Cipta Niaga, Kelurahan Talumolo, Kecamatan Dumbo Raya, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
3.2. Metode Pelaksanaan Praktek
Adapun metode yang digunakan dalam pelaksanaan praktek magang yaitu dalam bentuk pengumpulan data primer dan data sekunder yang meliputi :
1. Observasi
Pengamatan secara langsung ( turut ambil bagian atau berada ) dalam kegiatan yang diamati yaitu proses pembekuan Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker)
2. Wawancara
Metode ini digunakan untuk melakukan wawancara secara langsung terhadap pimpinan perusahaan serta karyawan yang bersangkutan.
3. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk pengambilan bukti data tertulis maupun gambar sehingga tidak terjadi kebohongan atau kecurangan dalam pengambilan data.
3.3. Jenis dan Sifat Data
Jenis dan Sifat data yang digunakan dalam praktek magang adalah sebagai berikut :
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui hasil wawancara,
pengamatan dan partisipasi langsung di perusahaan dalam bentuk pengamatan dan terjun langsung mengikuti kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan proses pembekuan.
pengamatan dan partisipasi langsung di perusahaan dalam bentuk pengamatan dan terjun langsung mengikuti kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan proses pembekuan.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui referensi (kepustakaan) dan data-data tertulis atau keterangan – keterangan dari perusahaan PT. Betel Citra Seyan (BCS) Gorontalo.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Tempat Praktek Magang
4.1.1. Profil Perusahaan
Nama perusahaan : PT. Betel Citra Seyan (BCS)
Alamat perusahaan : Jalan Mayor Dullah No. 5 Lrg. Cipta Niaga Kelurahan Talumolo - Kec. Dumbo Raya Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo.
Nama Pemilik (Komisaris) : Evert Elias Uruilal, MBA
Nama Direktur : Selfiana Rachel Mauassa
Jenis Usaha : Processing, trading, Ekspor marine produc
Jenis komodity : Payangka, Tuna, & Gurita (beku/segar)
Kapasitas produksi : - Air Balast Freezer : 7- 8 ton per hari
- Cold storage: 80 - 90 ton
Pasar antar Pulau : 400 ton
Pasar ekspor : 200 ton
Tujuan pasar : Ekspor: Jepang, Singapura, Eropa & Amerika
Dalam Negeri: Makassar, Surabaya & Jakarta
Telepon : (0435) 828990
Email : bcs@olami.net.id
4.1.2. Sejarah Pendirian Perusahaan
PT. Betel Citra Seyan (BCS) didirikan berdasarkan Akte Notaris Hasna Mokoginta, SH nomor : 65 pada tanggal 19 April 2001 dengan misi utamanya adalah turut melaksanakan dan menunjang program pemerintah dibidang ekonomi pada umumnya dan bidang perikanan pada khususnya dengan bidang-bidang usaha sebagai berikut :
1. Pengadaan armada - armada dan alat-alat penangkapan ikan.
2. Melaksanakan penangkapan dan pengolahan komoditas hasil-hasil perikanan.
3. Melaksanakan perdagangan termasuk ekspor hasil perikanan.
4. Melaksanakan budidaya perikanan.
5. Pengadaan sarana transportasi/pengangkutan hasil perikanan.
4.1.3. Organisasi dan Manajemen Perusahaan
Sejak berdirinya sampai dengan kondisi sekarang, organisasi dan tata kerja perusahaan secara bertahap mengalami kemajuan yang sangat berarti, dimana berawal dari jumlah personil terbatas (8 orang) dengan sarana yang minim dan sederhana dengan pola manajemen yang, masih ditangani secara kekeluargaan, berkembang menjadi 30 orang tenaga kerja dari berbagai latar belakang pendidikan dengan merubah pola manajemen yang lebih profesional sesuai tuntutan perusahaan.
Sistem dan prosedur pengendalian organisasi mulai dari unit produksi, pengolahan, pemasaran dan keuangan perusahaan dilakukan melalui penempatan standar hasil kerja untuk pencapaian sasaran efesien perusahaan. Penempatan standar kerja ini sampai ketingkat unit kerja yang paling bawah melalui sistem pengawasan melekat secara periodik (harian, mingguan, bulanan, triwulan, semester dan tahunan). Untuk mengetahui struktur organisasi yang ada di PT. Betel Citra Seyan dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.
.
Gambar 2. Struktur Organisasi PT. Betel Citra Seyan (BCS)
Sumber: PT. Betel Citra Seyan (BCS), 2011
4.1.4. Sarana dan Prasarana Pendukung
Dalam menunjang kegiatan operasional perusahaan, PT. Betel Citra Seyan (BCS) Gorontalo telah menambah/melengkapi fasilitas berupa sarana dan prasarana ( dapat dilihat pada Tabel 1).
Tabel 1. Fasilitas Sarana Pendukung
NO | URAIAN | JUMLAH |
1. 2. 3. 4. 5. 6. | Gedung Pabrik dan Perkantoran Cold Storage Kapasitas 75 ton Air Blast Frezzer (ABF) kap. 7,5 ton-9 ton/hari Container kapasitas 20 feet Gudang logistic dan raw material Armada pengangkut Mobil pick up (Mitsubishi L- 300) | 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 2 unit |
Sumber : PT. Betel Citra Seyan (BCS), 2011
4.2. Proses Pembekuan Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker ).
Proses Pembekuan Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker ) di PT. Betel Citra Seyan Gorontalo adalah sebagai berikut :
4.2.1. Penerimaan Bahan Baku (Receiving)
Bahan baku yang diterima oleh PT. Betel Citra Seyan adalah Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker) stadia juvenile yang dikenal dengan sebutan Nike. Bahan baku tersebut didapatkan dari supplier serta nelayan dari berbagai daerah di provinsi Gorontalo diantaranya Paguyaman, Tilamuta, Marisa, Gorontalo Utara, dan Bonepantai serta beberapa Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dengan harga Rp. 10.000,- hingga Rp.12.000,- per Kg. Pengangkutan bahan baku ke PT. Betel Citra Seyan (BCS) menggunakan mobil pick up. Untuk mempertahankan suhu dan mutu bahan baku selama pengangkutan, para supplier menggunakan es dan penambahan garam secukupnya.
Sedangkan untuk mengetahui mutunya, bahan baku yang datang terlebih dahulu diperiksa oleh pengawas bahan baku pada ruang penerimaan bahan baku (receiving) dengan melakukan pengujian fisik
( organoleptik). Pengujian organoleptik yang dilakukan meliputi bau, tekstur, dan warna / kenampakan. Setelah bahan baku dinyatakan diterima, baru kemudian dilakukan pembongkaran oleh karyawan yang bertugas dalam penerimaan bahan baku untuk selanjutnya dilakukan proses. Untuk penerimaan bahan baku dapat dilihat pada gambar 3 sebagai berikut.
Gambar 3. Penerimaan bahan baku Ikan Payangka.
Sumber : PT. Betel Citra Seyan (BCS), 2011
4.2.2. Pencucian dan Penyortiran (Washing and Sortizing)
Setelah penerimaan bahan baku, maka dilakukan pencucian dan penyortiran. Dalam pencucian menggunakan air bersih yang mengalir yaitu dengan cara menyemprotkan air pada ikan payangka (Ophieleotris aporos Bleeker) yang ditempatkan pada tempat penirisan yang terbuat dari waring. Tujuan pencucian ini adalah untuk membersihkan kotoran-kotoran dan darah serta lendir yang terdapat pada bahan baku. Karena jika tidak dilakukan maka hal ini dapat mengakibatkan kontaminasi produk. Sedangkan penyortiran, dilakukan dengan memisahkan ikan jenis lain yang ikut tertangkap pada saat penangkapan oleh nelayan. Selain itu juga untuk memisahkan sisa butiran- butiran es yang dipakai pada saat pengangkutan bahan baku. Tujuannya agar dalam penimbangan nanti akan mendapatkan berat bersih (netto) tanpa ada benda – benda asing yang terbawa.
4.2.3 Penimbangan ( Weighing)
Proses selanjutnya setelah pencucian dan penyortiran adalah penimbangan. Bahan baku yang sudah bersih dimasukkan dalam plastik kemasan khusus lalu ditimbang dengan berat masing-masing 10 Kg. Penimbangan ini bertujuan untuk mengetahui berat bersih (netto) bahan baku yang masuk / diterima secara keseluruhan. Selain itu juga untuk menyeragamkan berat produk Ikan Payangka beku. Dalam penimbangan dibutuhkan ketelitian karyawan yang menangani penimbangan ini dan kebersihan alat yang digunakan.
4.2.4 Penambahan air dan perapihan dalam wadah
Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker ) dalam kemasan yang telah melalui proses penimbangan 10 Kg selanjutnya dilakukan penambahan air bersih sebanyak 2 gelas air. Penambahan air tersebut turut mempengaruhi kesempurnaan Ikan Payangka beku yang dihasilkan.
Setelah penambahan air, proses selanjutnya adalah perapihan kemasan dalam wadah. Wadah yang digunakan dalam pembekuan adalah pan yang terbuat dari aluminium dengan ukuran P x l x t (50cm x 30cm x 10 cm). Perapihan ini bertujuan agar produk Ikan Payangka beku yang dihasilkan berbentuk sesuai dengan bentuk wadah (pan) yang digunakan. Hal penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan wadah (pan) adalah jika pan sudah rusak atau karatan sebaiknya tidak digunakan lagi.
4.2.5 Pelabelan
Pelabelan dilakukan setelah perapihan Ikan Payangka dalam wadah yang dilakukan oleh seorang karyawan yang bertugas dalam hal pelabelan. Pelabelan berfungsi untuk membantu menandai, dan menunjukkan identitas produk. Penandaan atau pelabelan dapat menggunakan tanda identifikasi yakni melalui bentuk kata-kata atau huruf. Label yang digunakan di PT. Betel Citra Seyan (BCS) adalah berupa potongan-potongan kertas yang bertuliskan SP dengan ukuran
5 cm x 5 cm.
4.2.6 Penyusunan dalam ruang pembekuan
Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker ) dalam kemasan plastik beserta wadah (pan) yang telah melewati proses pelabelan akan diatur pada ruang pembekuan. Alat pembekuan yang digunakan di PT. Betel Citra Seyan (BCS) adalah ABF ( Air Blast Frezeer ) dengan suhu pembekuan –180C sampai - 400C dengan laju aliran udara 1,5 – 6,0 m/detik selama ± 24 jam. Laju aliran udara akan mempengaruhi koefisien pindah panas. Alat ini dilengkapi dengan rak – rak untuk menyusun atau meletakkan produk yang dibekukan. Pembekuan menggunakan ABF bersifat ekonomis dan sangat fleksibel karena dapat membekukan produk dengan berbagai ukuran dan bentuk.
4.2.7 Pelepasan dari wadah pembekuan
Ikan Payangka yang telah beku dalam ruang pembekuan ( Air Blast Frezeer) dibongkar dan dilepaskan dari wadah (pan), untuk selanjutnya dipindahkan dalam Cold Storage. Proses ini harus dilakukan dengan cepat, mengingat suhu permukaan dapat meningkat dengan cepat sehingga akan meleleh. Dalam pelepasan ini dilakukan secara hati-hati agar ikan payangka beku tidak pecah ataupun rusak. Proses ini dilakukan di ruang yang dingin, jauh dari sinar matahari, sinar lampu yang kuat, pemanas ruangan, dan lain sebagainya. Walaupun kelihatan kokoh ikan payangka beku mudah mengalami kerusakan jika penanganannya tidak baik.
4.2.8 Pengepakan (Packing)
Pengepakkan dilakukan tidak hanya untuk melindungi produk, tetapi juga untuk meningkatkan nilai estetika sehingga menambah daya tarik terhadap konsumen ( Adawyah, 2008). Pengepakkan Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker ) beku yang digunakan di PT. Betel Citra Seyan (BCS) adalah karung. Cara pengepakkannya adalah setiap dua produk beku yang telah dikeluarkan dari wadah (pan) dengan berat masing-masing ± 10 Kg dimasukkan dalam satu karung. Hal ini berarti dalam setiap karung berisi ± 20 Kg Ikan Payangka beku. Karung - karung yang digunakan dalam pengepakkan sebelumnya dilakukan pemberian tanda identifikasi berupa nomor karung dan label SP dan berat bersih( netto).
4.2.9 Penyimpanan Beku
Ikan Payangka beku yang telah di packing selanjutnya disimpan dalam ruang penyimpanan sebelum proses pengiriman berlangsung. Ruang penyimpanan beku di PT. Betel Citra Seyan (BCS) adalah menggunakan Cold Storage dengan suhu -180C sampai -300C yang bekerja secara otomatis. Yang dimaksud dengan bekerja secara otomatis yaitu mesin pembekuan, jika suhu telah mencapai -300C, mesin akan mati, sebaliknya jika suhu tersebut naik, maka mesin akan menyala dengan sendirinya.
Ikan Payangka beku yang disimpan dalam cold storage harus memenuhi ketentuan dalam penyimpanan yaitu produk tidak bersinggungan langsung dengan lantai, akan tetapi memakai pallet yang terbuat dari kayu. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan beku adalah penyusunan produk dalam cold storage selain itu juga harus mengawasi karyawan agar pada saat membuka tutup pintu tidak terlalu lama dan lebar. Pengawasan ini dilakukan oleh QC (Quality controller). Dalam proses penyimpanan harus dilakukan dengan cepat agar produk tidak mengalami penurunan suhu dan system yang digunakan menggunakan system FIFO (first in first out) artinya ikan yang pertama dimasukkan harus terlebih dahulu keluar pada saat pengiriman. Untuk lebih jelasnya tentang penyimpanan beku dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4. Penyimpanan Beku dalam Cold Storage
Sumber: PT. Betel Citra Seyan, 2011
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat digambarkan alur proses pembekuan Ikan Payangka seperti dalam Gambar 5 di bawah ini.
Gambar 5. Alur Proses Pembekuan Ikan Payangka
Sumber : PT. Betel Citra Seyan 2011
4.3. Penanganan Limbah di PT. Betel Citra Seyan (BCS)
Limbah di PT. Betel Citra Seyan (BCS) terdiri atas dua macam yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah memerlukan penanganan secara baik karena seperti yang diketahui bahwa limbah dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Akibatnya aktivitas pengolahan khususnya di ruang-ruang pengolahan serta lingkungan sekitarnya menjadi terganggu.
Penanganan limbah merupakan kendala utama pada PT. Betel Citra Seyan. Hal ini disebabkan karena letak perusahaan ini yang berada disekitar pemukiman penduduk dan jauh dari laut. Limbah padat berupa plastik, karung, tisu, kulit, tulang dan sisa-sisa daging ikan dikumpul pada tempat sampah yang kemudian langsung dibuang pada tempat pembuangan sampah (TPS) umum. Sedangkan untuk limbah cair berasal dari hasil pengolahan berupa air bekas cucian ikan, dan pencucian ruang pengolahan, peralatan, darah serta lendir ikan. Penanganan limbah cair tersebut adalah ditampung dalam bak penampungan limbah. PT. Betel Citra Seyan memiliki 3 bak penampungan untuk menampung limbah cair. Limbah dalam bak penampungan tersebut kemudian disedot kedalam tong air menggunakan alkon dan langsung dibuang kelaut dengan memakai kendaraan operasional perusahaan.
4.4. Pengawasan Mutu pada Produk Akhir
Produk akhir yang dihasilkan harus sesuai dengan standar SNI dan persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemasok dan permintaan buyer. Pengawasan pada produk akhir yang dilakukan oleh PT. Betel Citra Seyan (BCS) adalah berupa uji E.coli, Salmonella, dan uji TPC. Pengujian dilakukan dengan cara mengirimkan contoh sampel yang akan dipasarkan, ke Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo. Pengujian ini dilakukan beberapa hari sebelum produk dikirim.
4.5 Sistem Pemasaran Produk Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker ) Beku
Pemasaran adalah hal yang paling menentukan dalam memperoleh laba. Pemasaran merupakan proses akhir dari suatu proses produksi. Produk ikan nike beku di PT. Betel Citra Seyan (BCS) tidak langsung di ekspor keluar negeri seperti produk tuna loin segar ataupun tuna loin beku yang langsung diekspor ke Jepang, Singapura, Eropa dan Amerika. Akan tetapi Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker) beku hanya dipasarkan melalui pasar antar pulau (lokal) yaitu pada perusahaan mitra di Surabaya, Jawa Timur untuk diolah kembali. Pengiriman dilakukan menggunakan container dan diangkut dengan kapal laut (shiping) ( lihat Gambar 6 ).
Gambar 6. Pengiriman menggunakan kapal laut (shiping).
Sumber: PT. Betel Citra Seyan 2011
BAB V
P E N U T U P
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan selama praktek magang maka dapat disimpulkan beberapa hal antara lain sebagai berikut:
1. Bahan baku yang diterima oleh PT. Betel Citra Seyan (BCS) dalam pembekuan Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker) adalah Ikan Payangka stadia juvenile yang dikenal dengan sebutan nike.
2. Proses pembekuan yang digunakan di PT. Betel Citra Seyan adalah menggunakan ABF (Air Blast Frezeer) dengan suhu pembekuan –180C sampai - 400C selama ± 24 jam.
3. Penanganan limbah merupakan kendala utama pada PT. Betel Citra Seyan (BCS), karena letak perusahaan yang berada disekitar pemukiman penduduk dan jauh dari laut.
4. Pengawasan pada produk akhir yang dilakukan oleh PT. Betel Citra Seyan (BCS) adalah berupa uji E.coli, Salmonella, dan uji TPC.
5. Produk Ikan Payangka beku di PT. Betel Citra Seyan (BCS) tidak langsung diekspor keluar negeri akan tetapi hanya dipasarkan melalui pasar antar pulau (lokal) yaitu pada perusahaan mitra di Surabaya, Jawa Timur.
5.2 Saran – saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas maka dapat diberikan saran antara lain:
1. Akibat jarak antara asal bahan baku dan perusahaan yang cukup jauh, maka sebaiknya karyawan yang bertugas sebagai QC (Quality controller) dalam penerimaan bahan baku agar lebih teliti memperhatikan mutu Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker) yang masuk.
2. Sebaiknya perusahaan harus punya mesin lampu sendiri agar suhu pembekuan dalam ABF (Air Blast Frezeer) dan pendinginan dalam cold storage tetap stabil ketika terjadi pemadaman listrik oleh pihak PLN.
3. Mengingat letak perusahaan yang jauh dari laut dan berada di sekitar pemukiman warga maka sebaiknya penanganan limbah harus cepat dilakukan dan tetap jadi yang perhatian serius agar tidak berdampak pada lingkungan.
4. Diharapkan perusahaan PT. Betel Citra Seyan (BCS) bisa memiliki laboratorium pengujian sendiri, supaya pengujian produk dapat dilakukan diperusahaan selain pengujian di Laboratorium Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo
5. Jika sekarang sistem pemasaran produk Ikan Payangka beku hanya dalam pemasaran antar pulau, kenapa tidak jika kedepannya PT. Betel Citra Seyan menjadikannya sebagai komoditi ekspor.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Kalla. 2008. Panduan Teknik Budidaya 23 Perikanan Unggulan. PT Ciptawidya Swara. Jakarta.
Murniyati, A. S dan Sunarman. 2000. Pendinginan dan Pengawetan Ikan.
Kanisius,Yogyakarta. Halaman 197-198.
Moeljanto. 1992. Pengawetan Dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar swadaya. Jakarta.
Santoso, B. 1998. Tehnik pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta
Satria dan Kartamihardia. 1996. Beberapa aspek biologi reproduksi Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker) dan Manggabai (Glossgobius giurus) di perairan Danau Limboto Sulawesi Utara. Jurnal penelitian Perikanan Volume 2.
Soeroto. 1988. Makanan dan reproduksi Ikan Payangka (Ophioleotris aporos Bleeker) di Danau Tondano. Thesis / dissertation, Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Dalam http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/1083/Cover%201988bso.pdf?sequence=14
Sukimin,S.2008.Nike,yangselaludinanti.Dalamhttp://www.biotrop.org/news.php?id=110 Posted: Sat, 20 Dec 2008 05:42
LAMPIRAN – LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur proses pembekuan Ikan Payangka (Ophieleotris aporos Bleeker)
Penerimaan bahan baku Pencucian Penyortiran
Perapihan Penambahan air Penimbangan
Pelabelan Penyusunan dalam ABF Pelepasan dari wadah (pan)
Penyimpanan dalam Cold
Storage Pengepakkan Pengujian
bLampiran 2. Denah Lokasi Pelaksanaan Praktek Magang
Lampiran (3) : Denah Layout Pabrik (Unit Pengolahan Ikan)
Lampiran 4. Standar Operasional Prosedur (SOP) di PT. BCS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP )
UNIT PENGOLAHAN IKAN PT. BCS
A. Personil Pengolahan (karyawan).
1) Karyawan/personil yang ditugaskan untuk menanggani pekerjaan pengolahan yang mengalami penyakit menular dan luka yang terbuka dilarang masuk dan mengikuti kegiatan processing.
2) Karyawan dilarang memakai perhiasan berupa cincin, jam tangan, gelang, kalung dan lain-lain dalam ruang processing.
3) Karyawan dilarang membawa perlengkapan elektronik seperti : hand phone kedalam ruang processing.
4) Karyawan memasuki ruangan processing sudah memakai seragam proses.
5) Sebelum memasuki ruang processing karyawan harus memakai sabun anti septik (anti bakteri) sampai siku tangan, bilas dengan air bersih kemudian bilas kembali dengan larutan klorin 50 ppm atau semprotkan alcohol 75 %.
6) Selama dalam ruangan prosesing harus mengikuti standar GMP (cara berproduksi yang benar) dan SSOP (tata cara membersihkan sarana dan peralatan ) yang ditetapkan dalam buku manual pengolahan.
B. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP).
a. Lantai dan Dinding.
1) Lantai dan dinding sebelum memulai kegiatan kerja dibilas dengan larutan klorin 100 ppm.
2) Pada saat kegiatan kerja berlangsung dinding yang dekat dengan meja kerja dibilas bersamaan dengan pembilasan meja kerja dengan larutan klorin 50 ppm dan dibilas kembali dengan larutan klorin 5 ppm.
3) Pada saat setelah selesai kerja atau pada saat istirahat dinding dibersihkan dengan sabun dan disikat dengan sikat cuci kemudian dibilas dengan larutan klorin 50 ppm.
4) Lantai dibersihkan setiap saat jika ada kotoran jatuh selama ada kegiatan proses.
5) Satu minggu sekali dilakukan pembersihan menyeluruh dengan mengunakan sabun dan larutan pembersih lantai.
b. Meja Process.
1) Lantai dan dinding sebelum memulai kegiatan kerja dibilas dengan larutan klorin 100 ppm.
2) Sebelum memulai kegiatan proses, meja sampai kakinya dibersihkan dengan cara menyikat dengan sikat cuci & mengunakan sabun kemudian dibilas dengan larutan klorin 50 ppm dikeringkan & dibilas kembali dengan larutan klorin 5 ppm.
3) Selama kegiatan proses berlangsung setiap mengerjakan 1 pcs loin atau 1 pan steak/loin, meja dibilas dengan larutan klorin 50 ppm dikeringkan dengan karet pengering dan dibilas kembali dengan larutan klorin 5 ppm dan dikeringkan sebelum mengguna-kannya kembali.
4) Saat mau istirahat, meja dibersihkan dengan sabun & disikat dengan sikat cuci, dibilas dengan larutan 50 ppm & dibilas kembali dengan air bersih, pada saat memulai kegiatan proses kembali dicuci dengan larutan klorin 50 ppm dan dibilas kembali dengan klorin 5 ppm kemudian dikeringkan dengan karet pengering.
Lampiran 4. (Lanjutan)
5) Setelah selesai kegiatan proses, meja sampai kakinya dibersihkan dengan sabun dan disikat dengan sikat cuci dan dibilas dengan larutan klorin 50 ppm.
6) Alas meja yang terbuat dari Teflon satu minggu sekali ditaburi bubuk klorin dan diberi air secukupnya dan dibiarkan bermalam, besok paginya sebelum dipakai, disikat dengan sikat cuci kemudian dibilas dengan air bersih.
c. Cutting Board (Teflon).
1) Sebelum memulai kegiatan proses cutting board disusun diatas meja kerja kemudian dibilas dan disikat dengan sikat cuci. Kemudian dibilas lagi dengan larutan klorin 50 ppm dikeringkan dan dibilas kembali dengan larutan klorin 5 ppm, dikeringkan kembali sebelum digunakan.
2) Pada saat kegiatan berlangsung kebersihan cutting board selalu dijaga dengan membilas larutan klorin 50 ppm dikeringkan dan dibilas kembali dengan larutan klorin 5 ppm setiap selesai melakukan kegiatan (triming, skin less, cutting 1 pcs loin atau 1 pan steak).
3) Pada saat melakukan pekerja diatas cutting board pastikan cutting board dalam keadaan kering.
4) Setelah selesai kegiatan proses (saat mau pulang) cutting board direndam dalam bak perendaman alat-alat (larutan klorin 100 ppm).
5) Satu kali seminggu cutting board ditaburi klorin dan diberi sedikit air lalu dibiarkan bermalam .
d. Keranjang Steak.
1) Setiap selesai satu kali pemakaian, keranjang dibersihkan dengan cara menyikat dengan sikat cuci dan sabun kemudian dibilas dengan larutan klorin 50 ppm, disusun bertingkat dan dibiarkan sampai kering.
2) Sebelum menggunakan keranjang, keranjang hendaknya direndam terlebih dahulu dalam bak perendaman peralatan selama 2 sampai 5 menit kemudian ditiriskan sampai kering.
3) Jika keranjang tidak dipakai dalam proses produksi, keranjang disimpan diruang chilling atau digudang yang diberi penutup (dibungkus) untuk menghindari kotoran dan debu.
e. Pisau dan Pengering Meja.
1. Sebelum menggunakan pisau dan pengering meja, dibersihkan terlebih dahulu dengan cara menyikat dengan sikat cuci dan sabun dan memeriksa alat pengering apakah terdapat rongga atau lobang jika ada alat tersebut jangan dipakai sebelum diperbaiki.
2. Pada saat proses berlangsung pisau dan alat pengering dibersihkan bersamaan dengan meja cutting.
3. Pada saat proses selesai pisau dan alat pengering direndam pada larutan klorin 50 ppm.
f. PAN plastik atau stainless.
1) Sebelum menggunakan pan plastik dibersihkan terlebih dahulu dengan sabun, kemudian dibilas dengan larutan klorin 5 ppm dan dikeringkan dengan handuk steril.
Lampiran 4. (Lanjutan)
2) Selama kegiatan proses berlangsung, pan dibersihkan setiap satu kali pemakaian dengan membilas larutan klorin 5 ppm dan dikeringkan dengan handuk steril.
3) Setelah selesai proses, pan dibersihkan dengan menyikat dengan sikat plastik memakai sabun, kemudian dibilas dengan larutan klorin 50 ppm, dan ditiriskan dengan menyusunnya di atas meja.
C. Procedure Standard Operational Co Tratement.
1) Sebelum memulai kegiatan kerja melakukan pembersihan sesuai SSOP.
2) Menyiapkan larutan klorin 5 PPM.
3) Memeriksa kondisi alat-alat CO, dan memastikan apakah kondisi peralatan tersebut dalam keadaan baik dan siap pakai, dan jika tidak laporkan pada supervisor atau Quality Countrol.
4) Memeriksa selang, kran, papan suntik apakah dalam keadaan baik (tidak bocor)/siap pakai, dan peralatan tersebut bocor, maka dibersihkan dengan cara mengoleskan busa sabun.
5) Pada saat tidak digunakan alat-alat CO (water gun, papan suntik dan jarum di rendam pada larutan klorin 5 PPM) hal ini dilakukan untuk sterilisasi alat dan untuk mendeteksi kebocoran gas. Kemudian menutup kran pada selang CO.
6) Setelah selesai kegiatan menutup kran selang dan memeriksa regulator digudang belakang apakah sudah tertutup.
D. Hal - hal lain yang harus diperhatikan oleh Personil Pengolahan pada saat menangani
produk :
1) Kebersihan diri dan alat bantu handling serta ruangan harus menjadi perhatian utama sebelum bekerja.
2) Ruangan disterilkan terlebih dahulu sebelum memulai pekerjaan (beri krim atau kaporit).
3) Ikan-ikan yang diterima harus sesuai dengan standar mutu yang berlaku.
4) Ikan-ikan yang sudah diterima harus segera dibersihkan dengan air dingin ditambah kaporit dan disimpan pada suhu dingin atau es.
5) Ruang proses tidak boleh dimasuki oleh orang lain yang tidak berkepentingan.
6) Semua peralatan yang digunakan untuk proses dalam ruang yang proses tidak boleh di bawa keluar untuk digunakan bagi kepentingan lain.
Ingat…. !!! bahwa kuman atau bakteri yang menenpel pada peralatan dapat menular pada produk yang dihasilkan.
7) Zat-zat kimia, detergen dan lain sebagainya, yang digunakan untuk membersihkan ruang harus di bawa keluar segera setelah selesai di gunakan.
8) Bersihkan semua ruangan dan peralatan setelai selesai di gunakan.
9) Sebelum meninggalkan pekerjaan, pastikan bahwa semua dalam keadaan bersih dan aman. Semua peralatan kerja pada tempatnya serta sesuai dengan jumlahnya.
Langganan:
Postingan (Atom)