Sabtu, 24 September 2011

Badan Legislatif Mahasiswa


Lembaga mahasiswa berlabel legislatif mahasiswa di kampus manapun, diakui atau tidak mempunyai kesan minim fungsi. Bahkan cenderung hanya dijadikan formalitas pelengkap keberadaan lembaga kemahasiswaan.
Nama lembaga legislatif mahasiswa memang cenderung tenggelam oleh glamour lembaga eksekutif mahasiswa. Sangat dimaklumi mengingat peran-peran eksekutif mahasiswa terkesan lebih menyentuh langsung kepada mahasiswa, sedangkan peran legislatif mahasiswa terkesan menjalankan peran legislasif yang berkutat hanya pada pembuatan regulasi. Lebih memprihatinkan lagi, ada kesan bahwa fungsi lembaga legislatif mahasiswa hanya berperan temporal ketika membuat regulasi ketika Ospek, Pemilu Mahasiswa, dan kongres mahasiswa di akhir kepengurusan eksekutif mahasiswa.
Hal tersebut ternyata tidak hanya menjangkit di tataran kekampusan, namun juga terakumulasikan secara nasional bahwa lembaga legislatif mahasiswa miskin fungsi, dan tak terdengar kiprah dan gaungnya dibandingkan dengan lembaga eksekutif mahasiswa di tataran nasional seperti BEM se Indonesia (BEM SI), maupun BEM Nusantara sebagai forum perkumpulan lembaga-lembaga eksekutif nasional baik dari perguruan tinggi negeri maupun swasta.
Menilik sejarahnya, gerakan mahasiswa intra kampus memang mengalami pasang surut. Dari mulai adanya Senat Mahasiswa di era Orde Lama, Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) di era Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Dewan Mahasiswa masa Orde Baru, hingga era reformasi dengan keberadaan lembaga kemahasiswaan yang lebih fleksibel dan representatif dan demokratis. Dalam era-era tersebut pun, kesemuanya memiliki tipe maupun fluktuasi gerakan masing-masing, sebagaimana hukum sejarah bahwa tiap masa membawa kisahnya masing-masing.
Arif Rahman Hakim, maupun Soe Hok Gie pada zamannya telah menorehkan tinta emas sebagai penumbang rezim Orde Lama dengan Senat Mahasiswanya di tahun 1965. Dewan Mahasiswa mencuat ketika Hariman Siregar dan Kawan-kawan memimpin gerakan radikal yang berujung pada peristiwa Malari di tahun 1974. Sehingga, selanjutnya pemerintahan Orde Baru menerapkan Normalisaasi Kehidupan Kampus dengan membentuk Badan Koordinasi Kemahasiswaan untuk mewadahi aktivitas kemahasiswaan yang cenderung diperlakukan secara represif. Tak aneh jika pada masa sesudah Malari, gerakan mahasiswa intra kampus terkesan tiarap bahkan mati suri. Pada masa-masa akhir rezim orde baru, Senat Mahasiswa dari berbagai kampus kembali menggeliat seiring kondisi bangsa yang telah akut, dan pada akhirnya memuncak titik ekskalasinya pada tahun 1998 dengan menumbangkan rezim Orde Baru.
Sesudahnya, reformasi nasional berimbas pula pada reformasi kelembagaan kemahasiswaan, dengan konsep student government yang cenderung bebas dari cengkeraman kekuasaan pemerintah seiring era demokratisasi, dan sepertinya representatif sekali bagi pembelajaran politik bagi mahasiswa. Namun hal tersebut ironisnya justru cenderung menjadikan keberadaan lembaga-lembaga kemahasiswaan mengalami kontraproduksi dan menjadi semacam pelengkap saja keberadaanya di sebuah kampus. Lembaga legislatif yang seharusnya menjalankan fungsi check and balance terhadap lembaga eksekutif mahasiswa, terkesan miskin fungsi. Hal ini semakin terpuruk dengan minimnya minat mahasiswa untuk berkiprah di lembaga legislatif mahasiswa.
Padahal jika merunut pada fungsinya, signifikansi lembaga legislatif mahasiswa sebenarnya sangatlah tinggi, terutama dalam menjaga ritme pergerakan mahasiswa, terlebih disaat seperti sekarang yang tengah menggejala kelesuan gerakan mahasiswa intra kampus. Lembaga legislatif mahasiswa memegang kunci regulasi tatanan kemahasiswaan, sehingga seharusnya dinamisasi mahasiswa yang nantinya direpresentasikan dalam gerakan eksekutrif mahasiswa tetap terjaga. Tidak seharusnya kelesuan dan kemandulan eksekutif mahasiswa dalam memperlihatkan taringnya entah dihadapan birokrat kampus maupun pemerintahan negara terjadi. Lembaga legislatif seharusnya bisa mencarikan treatment-nya, yaitu dengan melakukan preasure sebagai representasi aspirasi suara mahasiswa akar rumput, dan merekomendasikannya kepada eksekutif mahasiswa sebagai eksekutornya.
Peran sebagai watch dog dan sparing partner bagi eksekutif mahasiswa inilah yang sepertinya jarang dilakuakan oleh lembaga legislatif mahasiswa. Hal ini semakin diperparah dengan minimnya mereka menyerap aspirasi dari konstituen mahasiswa yang diwakilinya di tataran bawah. Saat ini yang terjadi kebanyakan dari kedua lembaga itu terkesan sama saja, miskin fungsi. Terlebih ketika dihadapkan pada realitas bahwa kedua lembaga tersebut tak jarang dikuasai oleh elemen pergerakan mahasiswa yang sama ideologi dan garis politiknya, maka makin matilah dinamisasi kelembagaan mahasiswa utamanya lembaga legislatifnya. Karena, ada kecenderungan ewuh pekewuh dalam melakukan fungsi check and balance.
Pada akhirnya memang sangat perlu penjagaan ritme dan dinamisasi pergerakan mahasiswa, mengingat ruh dan kekuatan mahasiswa yang begitu dinantikan bangsa hanya akan terlihat ketika ada dinamisasi dan pergerakan. Tanpa itu semua, tentunya mahasiswa hanya akan berkutat pada wacana tanpa aksi nyata. Dan peran strategis tersebut harus segera dimainkan oleh setiap lembaga legislatif mahasiswa yang ada.
Semoga dengan sekarang lahirnya wadah lembaga legislatif mahasiswa nasional yang tergabung dalam Forum Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia (FL2MI) dalam kongres pertamanya di Universitas Syah Kuala, Nanggro Aceh Darussalam, pada 8 September dan dilanjutkan dengan Musyawarah Kerja Nasional di Universitas Negeri Yogyakarta pada 9 Desember lalu, menjadi sebuah tonggak bangkitnya lembaga legislatif mahasiswa di Indonesia untuk mendinamisasikan kelembagaan mahasiswa, membangunkan dari tidur panjang gerakan mahasiswa, menuju kepada torehan tinta emas pergerakan mahasiswa sebagai agen of change menuju perbaikan bangsa.

Fungsi DPM secara garis besar memiliki kepentingan dalam mengontrol LKM, HMJ, penganggaran dan
legislasi.

SIFAT:
Sebagai lembaga legislatif mahasiswa di tingkat SEKOLAH TINGGI PERIKANAN DAN KELAUTAN PALU
FUNGSI:
1. Menyalurkan dan menjembatani aspirasi mahasiswa dalam konteks hak dan kepentingan mahasiswa kepada pihak eksekutif.
2. Mengawasi, mengkoordinasi dan menggerakan aktivitas lembaga eksekutif mahasiswa STPL PALU
3. Turut aktif dalam menentukan kebijakan-kebijakan KAMPUS yang berkaitan erat dengan kepentingan-kepentingan kemahasiswaan.
4. Mengaudit keuangan lembaga kemahasiswaan dan PROGRAM STUDI (biaya dan kemahasiswaan).

TUGAS:
1. DPM memiliki tugas pokok menyalurkan dan menjembatani aspirasi mahasiswa kepada pihak Eksekutif.
2. Mengkoordinasikan, mengevaluasi, dan mengontrol aktivitas lembaga eksekutif mahasiswa
3. Sebagai koordinator penyelenggara Musyawarah Dewan Perwakilan Mahasiswa dan Pemilihan Raya Lembaga Kemahasiswaan STPL PALU.
4. Mempresentasikan dan mengklarifikasikan program kerja Lembaga Kemahasiswaan STPL PALU  melalui rapat koordinasi.
5. Menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat dalam meminta penjelasan atas fenomena yang terjadi masing-masing lembaga kemahasiswaan STPL PALU .
6. DPM berkewajiban memberi laporan pertanggungjawaban pada akhir masa kepengurusan mahasiswa melalui MUSDAPERMA dan tembusan pada PROGRAM STUDY

Pada Periode 2010-2011 Fraksi Partai yang ada di DPM UNPAS ada 2 yaitu Partai SABAR, Partai OM DIN, Namun pada PEMILIHAN OM DIN TIDAK TERPILIH. Perkembangan dunia teknologi dan informasi bisa memudahkan kita untuk saling berinteraksi tanpa harus bertatap muka.Sebagai Dewan Perwakilan Mahasiswa di Unpas, kami membutuhkan sebuah aspirasi, tuntutan dan dukungan untuk menjadikan STPL PALU lebih baik lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar